Bukankah aneh jika Nona yang mengakhiri lantas kemudian Nona bertanya padaku "Semudah itukah melupakanku?"
Hei, bangun Nona! Dunia tidak berputar di sekitarmu saja. Dunia juga berputar di antara para pencopet, begal, buruh pabrik, bahkan sampai pejabat serakah. Tidak terkecuali juga aku. Aku benda hidup Nona, bisa bergerak dan berpikir. Tidak ada manusia yang berpangku tangan selama insting manusia masih bekerja. Kebutuhan dan prioritas adalah panggilan untuk manusia tetap berkarya.
Apakah Nona tau rasanya aku saat Nona tiba-tiba pergi? Apakah Nona tau hancurnya aku ketika Nona menghilang? Jangankan tau rasanya, tanya kabarku saja Nona tidak. Lalu wahyu yang turun dari mana yang membuat Nona yakin bahwa Nona adalah korban dalam kisah ini sehingga bertanya demikian?
Asal Nona tau dan semoga Nona mengerti. Aku menelan bulat-bulat semuanya Nona; Perihnya, Sakitnya, Hancurnya. Betapa sulitnya menjaga diri tetap sadar, tetap waras. Hari-hariku penuh dengan perenungan. Hidupku mendadak berubah seperti filsuf yang kesepian, berkali-kali kutanyakan dalam hati, sebenarnya apa yang salah dari diriku sehingga Nona memilih berpaling pergi.
Berbagai usaha aku lakukan demi menemukan pangkal dari kesedihan ini. Aku mencoba untuk menafikan setitik emosi yang tidak bisa aku kendalikan, pelan-pelan mulai mendengarkan suara dalam diriku yang telah lama ku abaikan. Berharap mendapati lega di ujung sana namun justru acapkali rindu dan rasa kecewa hadir bagai kereta api yang tiada ampun meremukkanku dari depan --Iya, bahkan di sela-sela usahaku melupakan aku masih sempat merindukan Nona.-- Ku ambil sejenak waktu untuk bersandar dari lajunya isi kepalaku untuk kemudian menata langkah untuk kembali maju.
Jika hari ini Nona menemukanku sebagai seseorang yang berbeda, seseorang yang terlihat abai dan cenderung tidak peduli, Artinya aku sudah berhasil mengendalikan diriku, karena aku sudah berdamai dengan semuanya; perihnya, sakitnya, hancurnya. Namun tidak serta merta menjadikan aku manusia yang lupa.
Sampai hari ini aku masih mengingat semuanya Nona, benar-benar semuanya. Kapan pertama kali kita ketemu, kapan tanggal jadian kita, kapan pertama kali Nona memanggilku sayang, kapan pertama kali kita kencan, kapan pertama kali aku main ke rumah Nona, bahkan sampai kapan Nona memalingkan cinta, aku masih ingat semuanya, benar-benar semuanya.
Hanya saja semua yang masih aku ingat itu sudah bukan tentang Nona yang dulu, yang selalu ada di hatiku, yang selalu kurindukan senyumnya, yang selalu kunantikan kabarnya setiap hari. Melainkan yang aku ingat; kita hanya dua orang tidak sempurna yang gagal saling memaklumi kekurangan masing-masing. Entah karena aku yang kurang peka atau entah kamu yang sudah lelah memberi kesempatan.
Dan sekarang harusnya Nona tau bahwa untuk aku sampai pada titik ini itu tidak mudah. Setidaknya tidak semudah Nona bertanya "Semudah itukah melupakanku?" Ku kira begitu.