Danang Putra Arifka's

Blog

Pak Derby Manchester

Leave a Comment

Waktu itu saya pulang kerja agak malam, setelah saya buka pintu kamar, saya menemukan istri dan anak saya sudah tidur. Sebelumnya saya memang sudah pamit kalau hari ini pulangnya agak malam karena ada beberapa hal yang harus diselesaikan jadi saya yakin istri saya bisa mengerti itu. Ya, sudah, saya tidak ingin mengganggu waktu istirahat mereka, biar saja begitu, barangkali mereka amat lelah, terutama istri saya.


Saya langsung menuju ruang tengah, menaruh tas dan topi saya di atas meja panjang yang ada di sana (ruang tengah). Kemudian saya duduk di atas kasur lantai menghidupkan televisi sebagaimana yang saya ingat malam ini ada pertandingan sepakbola inggris yang mempertemukan kesebelasan MU melawan rival sekotanya, Manchester City. Sebagaimana yang khalayak sudah mafhum, pertemuan kesebelasan dua kota Manchester itu selalu menarik untuk ditonton, dari segi dramanya, kerasnya dan rivalitas yang terbentuk sejak dahulu hingga waktu ke waktu.


Dahulu Manchester City menjadi yang dikuda hitamkan disebabkan materi pemainnya kurang mumpuni, namun semenjak Seikh Mansour mengakuisisi saham mayoritas klub, The Citizens (julukan Manchester City) menjadi kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tidak tanggung-tanggung, Manchester City langsung menjadi penantang juara bahkan setiap tahunnya dalam pagelaran liga inggris.


Berbanding terbalik dengan tetangga sekotanya, MU justru mengalami keterpurukan berkepanjangan pasca ditinggal pelatih paling fenomenal yang pernah mereka miliki, Sir Alex Ferguson. Padahal sudah beberapa kali berganti manajer tapi hasil baik pun belum juga terlihat, setidaknya belum ada satu pun piala yang boleh dibawa pulang oleh MU untuk dipajang di rak trophy. Tapi bagaimana pun itu, saya percaya MU masih berproses.


Di tengah keheningan itu sekonyong-konyong pintu kamar terbuka, saya menemukan istri saya keluar dari pintu kamar itu dengan tergopoh-gopoh seperti masih terbawa kantuk. Dia seperti menanyakan apakah saya pulangnya sudah dari tadi atau baru saja yang kemudian saya jawab baru lima menitan yang lalu. Kemudian saya lihat lagi dia seperti sedang menuang air dari teko ke dalam gelas yang kemudian ia minum sampai habis.


"Pertandingan apa lawan apa ini, Mas?" Tanya istriku sambil membiarkan dirinya duduk di atas brabut di sebelah saya. "MU, ya, ini?"


Istriku adalah termasuk orang yang suka dengan MU, dia tidak begitu paham sepakbola, tapi dia suka bentuk emblem MU yang ada gambarnya setan berwarna merah memegang trisula. Selain itu, istriku tidak tau lagi apapun yang menjadi ciri-ciri MU, termasuk siapa pelatih dan pemain-pemainnya. Dia hanya hafal bentuk emblem dan bajunya yang berwarna merah menyala.


"Iya, MU lawan City. Derby Manchester" jawabku sambil masih belum mengalihkan pandangan dari televisi.


"Derby Manchester? Apa maksudnya itu?" Tanya istri saya lagi.


Maklum kalau istri saya tidak tau Derby Manchester, sebab dia bukan pecinta bola. Keberadaannya di samping saya malam ini pun sebenarnya cuma formalitas, semacam hanya ingin menemani saya menonton sepakbola. Dia bertanya karena semata-mata ingin tau saja atau setidaknya setelah mengerti dia akan puas bahwa apa yang dilihatnya bersama saya adalah masuk akal.


"Derby Manchester itu, ya, hampir-hampir mirip sama Derby Romeo, gitu lah" Jawab saya, "Masa gitu aja nggak tau.."


"Oh, jadi Derby Manchester itu nama orang, ya?" Tanya istri saya lagi dengan begitu polosnya.


"Ya, betul, lebih tepatnya nama bapak itu..." Jawab saya sambil menunjuk ke arah televisi yang kebetulan waktu itu kamera sedang menyorot pelatih MU yang tidak lain tidak bukan adalah Ole Gunnar Solskjaer, bukan Derby Manchester. "Yang pakai jaket hitam.." lanjut saya.


Istri saya mengangguk sebagai tanda dia mengerti meskipun faktanya bukan itu jawaban yang sebenarnya. Tapi kemudian tidak lama dari itu istri saya bertanya lagi kepada saya tentang apa hubungan pertandingan malam ini dengan bapak yang berjaket hitam tadi.


Saya jawab dengan penjelasan sedikit njelimet supaya terlihat meyakinkan, bahwa pertandingan yang digelar malam ini adalah laga penghormatan untuk bapak Derby Manchester yang besok mau terbang ke planet venus untuk meneliti apakah spesies ubur-ubur bisa hidup dan berkembang biak dengan baik disana.


Mendengar jawaban saya sontak istri saya melihat muka saya dengan pandangan penuh curiga. Dia mungkin berpikir saya berbohong namun dia seperti yang bodoh amat, meski kenyataannya memang saya ngawur.


Pertandingan berjalan alot sebagaimana yang selalu terjadi setiap kali dua klub Manchester itu bertemu. Keras, ngotot, seperti dalam isi kepala setiap pemain terdapat batu bara yang menyala-nyala, panas. Laga berlangsung begitu cepat, waktu itu MU sudah ketinggalan 2 gol melalui gol bunuh diri Eric Bailly dan satu gol yang dicetak Bernardo Silva. Sebelum akhirnya wasit meniup peluit tanda terjadi pelanggaran oleh Cristiano Ronaldo yang memberikan tekel keras kepada Kevin de Bruyne.


"Aku perhatikan dari tadi wasitnya berat sebelah, ah"


Istri saya tidak terima, dari sudut pandangnya wasit yang memimpin terlalu berpihak kepada Manchester City, tapi menurut saya tidak. Pertandingan berjalan baik, begitupun keputusan wasit saya kira sudah benar. Namun tentu saja istri saya boleh membuat konklusi sendiri, itu semacam reaksi tidak terima karena tim kesukaannya seperti dirugikan keputusan wasit. "Sudah pasti wasitnya dibayar kalau ini mah..." Lanjut istri saya seperti sedang menggerutu kepada dirinya sendiri.


"Ya, dibayar dong dek, kan dia kerja"


"Disuap maksudnya...."


"Oohhh...."


Selanjutnya kami menonton pertandingan itu dengan khusyuk, tapi belum sampai pertandingan selesai, saya minta dibuatkan mie instan oleh istri saya untuk mengisi perut saya yang lapar. Istri saya kemudian bergegas menyeduh air sedang saya masih asyik menonton bola sampai selesai. Sampai peluit tanda akhir pertandingan ditiup wasit, skor masih tidak berubah, MU harus menerima kenyataan pahit harus kalah dari Manchester City untuk yang kesekian kalinya. Berbarengan dengan itu datang istri saya membawa dua mangkuk mie instan, kami memakannya sambil membahas pertandingan yang barusan usai itu sampai-sampai tidak sadar dua mangkuk berisi mie instan itu tiba-tiba sudah hilang saja masuk ke perut.


Setelah minum dan mencuci mangkuk, istri saya segera bergabung ke kamar yang di sana sudah ada saya dan anak saya yang sudah tertidur pulas. Saya berbaring sambil menyiapkan selimut, istri saya juga begitu. Namun sebelum saya benar-benar menemukan kantuk sekonyong-konyong istri saya bertanya.


"Di planet Venus ada Setan kayak di Bumi juga nggak ya, Mas?" Tanya istri saya sambil melingkarkan tangannya memeluk anak saya.


"Hanya Allah yang tau, Dek"


"Pak Derby Manchester juga tau dong kalau, gitu?"


"Nggak tau. Lebih tepatnya belum tau, Kan berangkatnya baru besok..."


"Oiya, ya..."


Saya tidak tau, waktu saya yang saya habiskan bersama keluarga apakah sudah digunakan sebaik mungkin atau belum. Tapi semoga disela-sela kesibukan saya, saya selalu punya waktu untuk memberi apa-apa yang bisa berbuah tawa untuk keluarga kecil saya.


Kemudian yang terjadi di detik-detik selanjutnya adalah istri saya tidur, anak saya tidur, saya tidak. Saya ke WC buang air besar, baru setelah itu kemudian bersih-bersih sebelum akhirnya menyerahkan diri sepenuhnya pada kasur, bantal dan guling.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar