@TunggulSariMangrove |
Selasa, 22 Desember 2015. Ku Tulis Surat ini Kepada Cinta Pertamaku.
Teman-temanku
bilang hari ini Hari Ibu. Masing-masing mereka menuliskan kata-kata manis lalu mengunggah
foto bersama ibunya. Aku sudah hampir lupa kapan terakhir foto sama
ibu. Mungkin yang bisa aku ingat hanya ketika itu aku memakai pakaian yang
super ketat, lalu ibu memelukku erat. Di sekitar masih sempat kulihat ayah. Mungkin
waktu itu baru beberapa hari aku melihat ayah. Aku menangis waktu lampu flash
kamera begitu membuatku kaget dan seketika ku lihat gelap dan tiba-tiba aku
terbangun dari mimpiku malam ini.
Tidak usah
khawatir. Aku tau helikopter yang ibu janjikan di tahun 2000 itu hanya iming-iming supaya aku bisa dengan legowo melepas kepergianmu. Kalau tidak salah ingat aku juga sempat minta motor track juga. Aku ingin seperti pembalap. Dan begitu
bahagianya aku saat ibu mengatakan “iya, nanti ibu belikan kalau ibu sudah
pulang”. “asiiikk” jawabku sebagai anak umur 7 tahun yang masih polos.
Bahkan aku
tidak mengingat apa-apa setelah terbangunku pukul 06.00 WIB pagi itu. tiba-tiba aku
yang semalam tidur di samping ibu justru pagi-pagi bangun di pelukan bu lek Yuni. Tapi
satu-satunya hal yang aku sadari adalah ibu sudah tidak pernah menyuapiku sarapan lagi
setelah pagi itu.
Meski nanti berderet angka berantrian menyesaki kolom saldo rekeningku di bank, meski nanti aku
memiliki rumah yang megah, meski nanti uangku berlimpah dan aku memiliki honda
jazz mewah. Itu tetap tak senikmat ketika aku di marahi ibu. Aku ingin dengan
sengaja tiga hari tidak masuk sekolah agar ibu mendiamkanku,
karena itu terasa lebih nikmat daripada keadaanku yang saat ini. Aku ingin melihat
ibu mengambil rapotku, bukan bu lek bukan juga temanku. Aku ingin ibu yang
membubuhkan tanda tangan di atasnya, bukan domplengan paraf yang ku buat sendiri. Aku ingin makan satu meja dengan ibu. Aku ingin meresapi setiap butir
nasi yang itu aku makan dengan menatap wajah ibu. Aku ingin di bangunkan ibu
waktu sahur, pun aku ingin membaca doa buka puasa bersama ibu. Ketika maulid nabi datang, selalu jajan yang di dapat ibu yang ingin aku makan. Aku
ingin seperti temanku yang lain. Aku ingin mengantar ibu kepasar. Menunggui
ibu sambil merasakan dingin udara pagi dan wajah para tukang becak. Lalu pulang,
mandi, berangkat pagi dengan mencium tangan ibu. Yang seperti itu, yang aku
ingin, sekali.
Tidak adakah bingkai foto yang jatuh lalu pecah di sekitar ibu lalu terlintas
di pikiran ibu sedang terjadi sesuatu yang buruk menimpaku? Tidak adakah ekor
cicak yang tiba-tiba jatuh di pangkuan ibu sehingga terlintas kembali
aku di kepalamu, ibu?
Selamat hari
Ibu ibuku tercinta! Terima kasih telah melahirkanku kedunia ini sehingga aku
dapat melihat ibu, sesuatu yang sangat di impikan bagi setiap bayi yang di
aborsi. Aku senang menjadi anak ibu. Aku tidak keberatan seandainya di panggil
anak mama. Sebab aku hidup karena ibu ada, sudah sepantasnya bila aku ada untuk
membuat ibu bahagia dalam hidup.
Ibu bagiku bukan hanya sekedar ibu. Tetapi juga guru untukku. Ibu bagiku bukan hanya sekedar ibu. Tetapi juga sebagai ayah untukku. Ibu dan ayahku adalah ibuku seorang.
Ku Tulis Surat Ini,
Kepada Cinta Pertamaku, Ibu.
0 komentar:
Posting Komentar