@TunggulSariMangrove |
Masa-masa sulit
itu. Aku selalu merasa menjadi orang yang hebat saat melaluinya bersamamu. Kita
berbagi, bercanda, bertukar pikiran, tertawa bersama hingga saling keras kepala
dengan amarah bernada se-oktaf langit. Terkadang menjadi anak kecil, namun
terkadang melebihi kedewasaan umur kita sendiri. Kamu tau? Aku sudah
mempersiapkan hatiku untuk ini. sebab itu kamu tak perlu khawatir lagi aku akan
patah hati padamu hanya karena musim dalam hatimu yang cepat sekali
berganti.
Aku tidak tau
bagaimana kamu melewati hari-hari bahagiamu. Entah itu menari di depan kaca, meminum
sebotol Big Cola sampai tersedak hingga hidungmu pengar, memotret tawamu
lalu mengunggahnya di Instagram atau mungkin naik motor di
jalanan lengang lalu menyanyikan lagu kesukaanmu sendirian, Memakai helm terbalik lalu
berhenti sejenak untuk mengisi bahan bakar di pom bensin 10 ribu dengan gratis
menghirup baunya lalu berkendara sesuka hati sebelum akhirnya di berhentikan
polisi tapi kamu dengan entengnya bilang ‘aku anak jendral’. Polisi
malang itu menertawakanmu hingga tertutup matanya dan kamupun berlalu tanpa
dosa, begitupun ketika berhenti di zebra cross. Kamu beserta teman-temanmu turun dari motor dan berpose 'dengan cueknya' di tengah zebra cross selagi lampunya masih merah. Kemudian meng-aploud nya di sosial media.
Apa benar seperti itu?
Apa benar seperti itu?
Yang aku tau
kamu tidak seheboh itu. Seperti halnya ketika aku mengencingi pintu ruang guru,
belum sampai selesai datanglah ibu guru. Aku berlari kencang
dengan resleting yang masih terbuka, lalu menggedor pintu WC sekolah yang
tertutup rapat. Aku takut ketahuan lalu berteriak ‘cepetan keluar
gobloook, aku mau masuk nih di kejar ibu-ibu’. Tapi betapa apesnya
aku ketika yang keluar dari WC ternyaya adalah kepala sekolah. Ah, aku tak kuasa ketika
menerima hukuman berupa panggilan orang tua. Di kantor kepala sekolah aku hanya
diam mendengarkan betapa cerewetnya kepala sekolah yang dengan semangatnya
menceritakan semua kesalahanku pada ibu. Aku kesal dan aku mengulanginya
keesokan hari. Tapi meski begitu, ibu tetap tersenyum dan tak pernah tergambar
amarah di wajahnya terhadapku. Karena aku tau dia adalah ibuku, dan aku adalah
anaknya. Ah, dan begitulah.
Aku tau, kamu
lebih suka nonton drama korea ketimbang nonton bola. Ketika aku paksa menyukai
bolapun kamu bilang ‘aku suka MU lambangnya bagus’ yang mana tetap saja itu
musuh bebuyutan Chelsea, jagoanku. Kesimpulan sama akan aku dapat jika
mengulang menanyai hal yang sama padamu. Meski di paksa suka, tetap saja
kecenderungan kita berbeda. dan kau tau? Cinta yang menyatukan perbedaan itu.
Meski cinta mampu menyatukan kecenderungan kita yang berbeda, tapi cinta tak mampu menyatukan kita di facebook. Boro-boro hubungan, berteman aja nggak. Dan kamu adalah orang yang paling marah ketika pertama kali tau ternyata di facebook kita nggak berteman. Aku hanya diam dan bertanya.
Meski cinta mampu menyatukan kecenderungan kita yang berbeda, tapi cinta tak mampu menyatukan kita di facebook. Boro-boro hubungan, berteman aja nggak. Dan kamu adalah orang yang paling marah ketika pertama kali tau ternyata di facebook kita nggak berteman. Aku hanya diam dan bertanya.
Apakah cinta itu
harus di buktikan dengan cara nulis status “BAJAK!!” memakai akun
pasangannya lalu di kasih ‘#Sayang sama yang punya akun ini’?
Apakah cinta itu juga
berarti harus upload foto ‘Tangan bergandengan’?
Apakah cinta
mengharuskan men-tag doi di status2 nggak penting kamu, kayak -> “sayang,
tanpamu aku seperti ban bocor yang senantiasa kempes. karena kamu tau? Kamu
adalah udaraku – with (nama facebook pacar)”
Apakah cinta benar harus seperti itu?
Lalu aku
bilang padanya. Tidak!! Cinta itu tidak perlu mengumbar apa-apa. Cinta tidak
perlu mempublikasikan apa-apa. Cinta itu cukup sadar hatimu milik siapa! Aku hanya
berpikir aku ada, tidak hanya sekedar ada tapi juga memberi warna dan makna
dalam dirimu. Akan selalu ada bahu tempatmu bersandar disaat kamu merasa lemah.
Membicarakan fajar yang sering tidak sempat kita nikmati, juga senja yang belum
pernah kita tengok dari balik gagahnya Muria.
Meski sering
emosi mencampuri, yakinlah itu hanyalah bumbu agar kita mampu belajar dari
kesalahan, merasakan sakitnya sendirian, meresapi waktu yang begitu membunuh.
Dan akhirnya cintalah yang akan mengajarkan bahwa kita saling membutuhkan. Akan
selalu ada bahagia lain di akhir percakapan panjang kita setiap malam. Dan aku
bangga melalui semuanya bersamamu.
0 komentar:
Posting Komentar