Danang Putra Arifka's

Blog

Apakah Cinta Harus Seperti itu?

Leave a Comment
@TunggulSariMangrove
Selasa, 22 September 2015. Apakah Cinta Harus Seperti itu?

Masa-masa sulit itu. Aku selalu merasa menjadi orang yang hebat saat melaluinya bersamamu. Kita berbagi, bercanda, bertukar pikiran, tertawa bersama hingga saling keras kepala dengan amarah bernada se-oktaf langit. Terkadang menjadi anak kecil, namun terkadang melebihi kedewasaan umur kita sendiri. Kamu tau? Aku sudah mempersiapkan hatiku untuk ini. sebab itu kamu tak perlu khawatir lagi aku akan patah hati padamu hanya karena musim dalam hatimu yang cepat sekali berganti.

Aku tidak tau bagaimana kamu melewati hari-hari bahagiamu. Entah itu menari di depan kaca, meminum sebotol Big Cola sampai tersedak hingga hidungmu pengar, memotret tawamu lalu mengunggahnya di Instagram atau mungkin naik motor di jalanan lengang lalu menyanyikan lagu kesukaanmu sendirian, Memakai helm terbalik lalu berhenti sejenak untuk mengisi bahan bakar di pom bensin 10 ribu dengan gratis menghirup baunya lalu berkendara sesuka hati sebelum akhirnya di berhentikan polisi tapi kamu dengan entengnya bilang ‘aku anak jendral’. Polisi malang itu menertawakanmu hingga tertutup matanya dan kamupun berlalu tanpa dosa, begitupun ketika berhenti di zebra cross. Kamu beserta teman-temanmu turun dari motor dan berpose 'dengan cueknya' di tengah zebra cross selagi lampunya masih merah. Kemudian meng-aploud nya di sosial media.

Apa benar seperti itu?

Yang aku tau kamu tidak seheboh itu. Seperti halnya ketika aku mengencingi pintu ruang guru, belum sampai selesai datanglah ibu guru. Aku berlari kencang dengan resleting yang masih terbuka, lalu menggedor pintu WC sekolah yang tertutup rapat. Aku takut ketahuan lalu berteriak ‘cepetan keluar gobloook, aku mau masuk nih di kejar ibu-ibu’. Tapi betapa apesnya aku ketika yang keluar dari WC ternyaya adalah kepala sekolah. Ah, aku tak kuasa ketika menerima hukuman berupa panggilan orang tua. Di kantor kepala sekolah aku hanya diam mendengarkan betapa cerewetnya kepala sekolah yang dengan semangatnya menceritakan semua kesalahanku pada ibu. Aku kesal dan aku mengulanginya keesokan hari. Tapi meski begitu, ibu tetap tersenyum dan tak pernah tergambar amarah di wajahnya terhadapku. Karena aku tau dia adalah ibuku, dan aku adalah anaknya. Ah, dan begitulah.

Aku tau, kamu lebih suka nonton drama korea ketimbang nonton bola. Ketika aku paksa menyukai bolapun kamu bilang ‘aku suka MU lambangnya bagus’ yang mana tetap saja itu musuh bebuyutan Chelsea, jagoanku. Kesimpulan sama akan aku dapat jika mengulang menanyai hal yang sama padamu. Meski di paksa suka, tetap saja kecenderungan kita berbeda. dan kau tau? Cinta yang menyatukan perbedaan itu.

Meski cinta mampu menyatukan kecenderungan kita yang berbeda, tapi cinta tak mampu menyatukan kita di facebook. Boro-boro hubungan, berteman aja nggak. Dan kamu adalah orang yang paling marah ketika pertama kali tau ternyata di facebook kita nggak berteman. Aku hanya diam dan bertanya.


Apakah cinta itu harus di buktikan dengan cara nulis status “BAJAK!!” memakai akun pasangannya lalu di kasih ‘#Sayang sama yang punya akun ini’?

Apakah cinta itu juga berarti harus upload foto ‘Tangan bergandengan’?

Apakah cinta mengharuskan men-tag doi di status2 nggak penting kamu, kayak -> “sayang, tanpamu aku seperti ban bocor yang senantiasa kempes. karena kamu tau? Kamu adalah udaraku – with (nama facebook pacar)”


Apakah cinta benar harus seperti itu?

Lalu aku bilang padanya. Tidak!! Cinta itu tidak perlu mengumbar apa-apa. Cinta tidak perlu mempublikasikan apa-apa. Cinta itu cukup sadar hatimu milik siapa! Aku hanya berpikir aku ada, tidak hanya sekedar ada tapi juga memberi warna dan makna dalam dirimu. Akan selalu ada bahu tempatmu bersandar disaat kamu merasa lemah. Membicarakan fajar yang sering tidak sempat kita nikmati, juga senja yang belum pernah kita tengok dari balik gagahnya Muria.

Meski sering emosi mencampuri, yakinlah itu hanyalah bumbu agar kita mampu belajar dari kesalahan, merasakan sakitnya sendirian, meresapi waktu yang begitu membunuh. Dan akhirnya cintalah yang akan mengajarkan bahwa kita saling membutuhkan. Akan selalu ada bahagia lain di akhir percakapan panjang kita setiap malam. Dan aku bangga melalui semuanya bersamamu.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar