Danang Putra Arifka's

Blog

Aku Bersama Kalian

Leave a Comment

Kamis, 11 Agustus 2016. Aku Bersama Kalian.

suatu petang di pantai mina @sarpen

      "bapak saya memohon kebijakan. Bukan cerita panjang tentang sistem yang sudah bobrok dari awal". Apanya yang regulasi kalau pada akhirnya kami yang jadi korban. Iya, aku sendiri sering bilang. ‘Ini kita bukan bayar kuliah. Tetapi sedang kena palakan liar’. Percayalah, aku tetap bersama kalian wahai mahasiswa yang membayar full 1 semester paketan hanya untuk satu matakuliah. Percayalah aku tetap bersama kalian. Uang kalian tidak akan sia-sia, akan menjadi tabungan akhirat kelak bagi kalian dan akan menjadi bon bagi mereka tukang palak berkedok almamater.


“hhhh....”

      Aku bersama kalian wahai orang-orang yang ingin berontak tapi tidak punya teman. Kita yang sama-sama pernah merasakan PAHITNYA SP (Semester Pendek). Pada akhirnya berakhir sama dengan mereka yang tidak pernah merasakan SP. Wisuda bersama kan akhirnya? Aku bersama kalian wahai orang-orang yang mencoba mengikuti maunya atasan, tapi malah berujung kelinci percobaan.

      Kita pernah sama-sama membayar 250 ribu untuk satu jas kebanggaan almamater kita. Jas yang dengan bangga kita pakai. Jas yang sama-sama kita cium dan junjung tinggi-tinggi. Jas yang juga pada akhirnya seolah membuat kita seperti anak tiri. Sama-sama membayar 250 ribu, kenapa tidak bapak samakan saja dengan kakak dan adik kelas kami yang mendapat jas berbahan bagus? Itulah kenapa sekarang aku merasa bodoh pernah bangga memakai jas itu. ternyata bapak tidak pernah bangga punya anak seperti kita atau saya.

      Aku bersama kalian wahai orang-orang yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Sah, bahwa aku memang tidak tau seberapa ukuran adil. Bagiku lebih baik jadi non-organisator daripada jadi organisator yang hanya mendapatkan capek. Sekali lagi, jika waktu bisa di ulang kembali, aku ingin jadi mahasiswa yang kuliah lalu pulang saja. Daripada jadi organisator yang jika kerjanya buruk di bully habis, tapi ketika kerjanya bagus apresiasinya tidak lebih dari acungan jempol. Bapak, jempol bapak tidak merubah nilai D di KHS saya. Jempol bapak tidak bisa menyelamatkan saya dari nilai merah akibat sering meninggalkan jam kuliah untuk urusan organisasi.

      Aku bersama kalian wahai orang-orang yang merasa kalah oleh aturan. aku tidak pernah mengemis, kalaupun pernah, catat! Itu ketika aku memohon untuk perbaikan satu nilai kepada salah satu bapak dosen yang terhormat, yang oleh jika nilai itu dikabulkan aku akan langsung sidang skripsi.

B       : “jangankan satu, andai setengahpun saya tidak bisa memberi”
A        : “mohon kebijakannya lah pak, sekali saja. Saya kan minta tugas untuk perbaikan nilai pak, bukan meminta nilai secara cuma-cuma”
B        : “maaf mas saya tidak bisa ngasih!”

      Bapak yang saya hormati dan yang saya junjung tinggi tapi sekarang sudah tidak lagi, uang 1 jt untuk membayar satu mata kuliah itu tidak sesederhana mulut bapak yang tinggal njeplak “laki-laki kok nggak kuat.”. bukan soal laki-lakinya kampret. tapi masalahnya tidak semua orang seberuntung anaknya Aburizal Bakrie. Ada yang ingin anaknya sekolah di perguruan tinggi dibela-belain sampai orang tuanya jadi kuli bangunan.

      Ingat pak! Jika suatu hari gantian anak bapak yang berada diposisi saya. SAYA AKAN PASTIKAN YANG MEMBUATNYA MENDERITA ADALAH SAYA! HAHAHAHA

Aku tetap bersama kalian wahai orang-orang yang merasa kalah lalu mengubah obsesi menjadi orang kaya. Mari kita doakan negeri kita yang sedang sakit ini. Semoga lekas sembuh. Amin.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar