"bapak saya memohon kebijakan. Bukan
cerita panjang tentang sistem yang sudah bobrok dari awal". Apanya yang regulasi
kalau pada akhirnya kami yang jadi korban. Iya, aku sendiri sering bilang. ‘Ini kita
bukan bayar kuliah. Tetapi sedang kena palakan liar’. Percayalah, aku tetap
bersama kalian wahai mahasiswa yang membayar full 1 semester paketan hanya
untuk satu matakuliah. Percayalah aku tetap bersama kalian. Uang kalian tidak
akan sia-sia, akan menjadi tabungan akhirat kelak bagi kalian dan akan menjadi
bon bagi mereka tukang palak berkedok almamater.
“hhhh....”
Aku bersama kalian wahai
orang-orang yang ingin berontak tapi tidak punya teman. Kita yang sama-sama pernah merasakan PAHITNYA SP (Semester
Pendek). Pada akhirnya berakhir sama dengan mereka yang tidak pernah merasakan SP. Wisuda bersama kan akhirnya? Aku bersama kalian wahai orang-orang yang mencoba mengikuti maunya atasan, tapi malah berujung kelinci percobaan.
Kita pernah sama-sama membayar 250
ribu untuk satu jas kebanggaan almamater kita. Jas yang dengan bangga kita
pakai. Jas yang sama-sama kita cium dan junjung tinggi-tinggi. Jas yang juga pada akhirnya seolah
membuat kita seperti anak tiri. Sama-sama membayar 250 ribu, kenapa tidak bapak samakan
saja dengan kakak dan adik kelas kami yang mendapat jas berbahan bagus? Itulah kenapa
sekarang aku merasa bodoh pernah bangga memakai jas itu. ternyata bapak tidak
pernah bangga punya anak seperti kita atau saya.
Aku bersama kalian wahai
orang-orang yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Sah, bahwa aku memang tidak tau
seberapa ukuran adil. Bagiku lebih baik jadi non-organisator daripada jadi
organisator yang hanya mendapatkan capek. Sekali lagi, jika waktu bisa di ulang
kembali, aku ingin jadi mahasiswa yang kuliah lalu pulang saja. Daripada jadi
organisator yang jika kerjanya buruk di bully habis, tapi ketika kerjanya bagus
apresiasinya tidak lebih dari acungan jempol. Bapak, jempol bapak tidak merubah
nilai D di KHS saya. Jempol bapak tidak bisa menyelamatkan saya dari nilai
merah akibat sering meninggalkan jam kuliah untuk urusan organisasi.
Aku bersama kalian wahai
orang-orang yang merasa kalah oleh aturan. aku tidak pernah mengemis, kalaupun
pernah, catat! Itu ketika aku memohon untuk perbaikan satu nilai kepada salah
satu bapak dosen yang terhormat, yang oleh jika nilai itu dikabulkan aku akan langsung sidang skripsi.
B :
“jangankan satu, andai setengahpun saya tidak bisa memberi”
A :
“mohon kebijakannya lah pak, sekali saja. Saya kan minta tugas untuk perbaikan nilai pak,
bukan meminta nilai secara cuma-cuma”
B :
“maaf mas saya tidak bisa ngasih!”
Bapak yang saya hormati dan yang
saya junjung tinggi tapi sekarang sudah tidak lagi, uang 1 jt untuk membayar
satu mata kuliah itu tidak sesederhana mulut bapak yang tinggal njeplak “laki-laki kok nggak kuat.”. bukan soal laki-lakinya kampret. tapi masalahnya tidak semua orang seberuntung anaknya Aburizal Bakrie. Ada yang
ingin anaknya sekolah di perguruan tinggi dibela-belain sampai orang tuanya jadi
kuli bangunan.
Ingat pak! Jika suatu hari
gantian anak bapak yang berada diposisi saya. SAYA AKAN PASTIKAN YANG MEMBUATNYA MENDERITA ADALAH SAYA! HAHAHAHA
Aku tetap bersama kalian wahai orang-orang yang merasa kalah lalu mengubah obsesi menjadi orang kaya. Mari kita doakan negeri kita yang sedang sakit ini. Semoga lekas sembuh. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar