Danang Putra Arifka's

Blog

Seucap Pisah Dariku

Leave a Comment

Peluk hangat dariku,
Kepadamu yang kusebut rindu.


Aku tidak tau kapan waktu kamu membuka surat ini, entah pagi, sore atau malam. Yang jelas ketiganya selalu datang tepat waktu padaku, menanya tentang kabarmu. Mereka datang menjelma berupa rindu. Jadi di kesempatan kali ini aku akan menjadi penyambung lidah mereka, untuk bertanya, apa kabar kamu?

Tentu saja kamu tidak perlu khawatir, sebab saat menyampaikan ini aku sedang baik-baik saja. Dengan bangun raga yang masih utuh juga nafas yang masih melekat dalam tubuh. Masih dalam keadaan jarang mandi dan suka tiba-tiba merindukanmu. Apa kamu juga begitu?

Pertama-tama, ku panjatkan puji syukurku kepada Tuhan yang maha berhak atas segala rindu, yang mana telah menciptakan sekaligus menghadirkanmu pada sekeping kisah di bagian paling berharga dalam hidupku.

Yang kedua, jelas, aku sangat berterimakasih padamu, Sebab sudah pernah mau padaku. Meskipun tidak akan seberhasil cintanya padamu, namun setidaknya aku sudah memberi ingatan baik di kepalamu. Dan walau entah bagaimana pun usahaku, kenyataannya aku sudah gagal.

Tetapi bukan itu, bukan tentang patah hati lagi yang ingin aku tulis kali ini. Karna baik aku dan kamu sama-sama tau betapa melelahkannya itu. Aku hanya ingin bercerita tentang bagaimana aku setelah kamu pergi. Sungguh, sebenarnya aku tidak ingin jauh darimu. Tapi apalah daya, semakin kesini justru malah kita semakin jauh. Bukankah dulu aku sering memintamu untuk 'Mendekatlah! Jangan jauh dariku, bukankah cinta itu baik jika di kedekatan?' Ingat?

Yang aneh setelah kamu pergi adalah aku justru menemukanmu di mana-mana. Aku jadi melihat banyak sekali orang yang mirip denganmu. Setiap aku mengambil kunci motor entah kenapa ingatan yang pulang di kepalaku selalu kamu. Setiap malam setelah kepergianmu aku jadi tidak bisa menidurkan mataku secepat mungkin. Aku merasa itu bukan karena tubuhku yang sedang tidak ingin diistirahatkan, tetapi ada banyak sekali rindu yang menolak untuk dilelapkan.

Rasanya aku masih saja belum percaya akan kehilanganmu. Di bagian ini aku mencoba untuk intropeksi, semua tidak akan selesai jika aku menyangka buruk dan terus menyalahkanmu. Aku melupakan akal sehatku, sedang terus menekanmu untuk mengakui sesuatu yang aku sendiri tidak tau. Aku telat menyadari bahwa, barangkali dalam hal ditinggalkanmu jangan-jangan aku sendiri yang salah. Dari sinilah aku akan bercerita kepadamu, beberapa fase yang terjadi yang diakibatkan oleh kepergianmu.

1. Intropeksi
Seseorang bisa saja ditinggalkan, tapi dalam hal ini aku tetap tidak bisa menerima bahwa aku kalah dari orang di masalalumu. Sebab itu cukup membuat diriku berprasangka bahwa aku hanya dijadikan pelampiasan bagimu. Tapi di balik itu sisi baikku menyadari bahwa aku yang salah. Aku sering tidak memberimu kabar, sering kabur-kaburan, sering nggak jelas, bahkan tidak jarang menyakitimu.


Tapi dari itu semua aku juga menyadari bahwa aku memang bukan pribadi yang baik untukmu, aku sering urakan dan jarang rapi.

Aku tidak menilai bahwa kamu mencintaiku disebabkan menilai dari fisik, bukan! Kamu mencintaiku apa adanya, hanya saja aku menulis ini sebagai bagian dari apa yang harus aku intropeksi dari diriku.

Bodohnya, aku sudah marah-marah padamu, padahal ketika aku memutuskan untuk mencintaimu, maka itu juga berarti aku tidak boleh sakit hati saat ditinggalkanmu. Rupanya cinta yang besar tidak serta membuat hatiku besar, sekadar untuk mampu berbesar hati dan membuka hati selebar-lebarnya untuk menerima keinginanmu untuk pergi berpindah hati. Bukankah terkadang kita memang harus melepaskan untuk tau rasanya lega?

Sekarang aku jadi tidak menyalahkan waktu lagi, tidak menyalahkan cinta lagi, juga tidak menyalahkan pihak-pihak yang berperan dalam kepergianmu. Melainkan aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu besar bicara namun terlalu mengalah kepada diri sendiri. Kenyataan bahwa aku juga lelaki yang pintar memuji namun tidak pintar memposisikan hati. Juga aku seorang lelaki yang hanya punya cinta, tidak sebanding dengannya yang berani ada dan hadir menjadi untukmu sebagai satu-satunya.

Bukan kamu yang salah,
Bukan cinta yang salah,
Bukan waktu yang salah,
Tapi aku,
Aku yang salah.


2. Berdamai
Aku tau aku salah. Tapi kehilanganmu bukan berarti aku harus selalu menyalahkan diriku selamanya. Di satu kesempatan aku pernah punya pikiran nekat untuk melepas semua ikatan yang ada padaku, pikirku 'tidak denganmu, maka berarti juga tidak dengannya'. Tapi aku pikir lagi itu salah. Bukan membuat semuanya jadi membaik tapi justru hanya akan membuat semuanya semakin tidak karuan.

Dari itu aku lebih memilih berdamai. Berdamai dengan waktu, berdamai dengan cinta, juga berdamai dengan diriku sendiri. Aku anggap kehilanganmu memang sesuatu yang harus terjadi, yang dulu pernah dituliskan Tuhan dalam buku catatan takdirnya sebagai hari patah hatiku. Bukan sebuah musibah atau sesuatu yang buruk yang kelak menimpaku. Tetapi aku menganggap itu sebagai sebuah keharusan yang harus terjadi di waktu yang tepat.

Sayangnya saat itu terjadi aku merasa belum siap, bisa karna aku belum cukup membahagiakanmu, atau juga bisa karna aku masih terlalu mencintaimu. Tapi kenyataan yang terjadi aku tetap kehilangan sosok yang dulu selalu aku rindu.

Aku pikir ini cukup adil, kamu dibahagiakannya dengan cara Tuhan melukaiku. Semoga padamu Tuhan selalu baik dan menulis hal-hal menarik di setiap hari-harimu bersamanya. Aku sadar, aku ada, mungkin hanya dijadikan Tuhan sebagai buku untukmu belajar, sebelum akhirnya kamu pintar, merobekku dan menjadikannya origami berbentuk perahu yang akhirnya bisa mengantarmu berlayar pada hati yang baru.

Aku sadar, aku hanya sepintasmu dalam lelah mencari, jadi wajar ketika pulih kamu melangkah pergi. Aku tidak apa-apa. Aku tidak menyimpan dendam. Aku baik-baik saja. Karna Tuhan menciptaku seperti ini, maka akan aku jalani semampu yang aku bisa.

3. Mencintai diri sendiri.
Tidak serta merta mudah bagiku untuk mendamaikan keadaan dan perasaan di antara bayangmu dan  kenangan-kenangan. Meski bagaimanapun rupanya, aku mendamaikan keduanya semampu yang aku bisa. Tapi jangan pernah bertanya padaku tentang bagaimana caraku lupa, sebab sesungguhnya aku tidak pernah benar-benar bisa menentukan waktu yang tepat untuk kapan bisa benar-benar melupamu.

Oleh karena itu aku berdamai dan memulai semuanya dari awal lagi, dimulai dari aku kembali mencintai diriku sendiri, kembali mencintai kebiasaan-kebiasaan lamaku, dan kembali meresapi arti adaku di dunia ini.

Aku menyadari satu hal, bahwa ternyata bukan aku yang menjadi alasanmu diciptakan Tuhan ke dunia ini. Melainkan sebab keberadaan orang lain yang menjadikan penyebab adamu. Meski akulah yang pernah mati-matian memperjuangkanmu, tapi sekarang justru aku sendiri yang harus mati-matian membunuh rasa itu.

Dalam proses kembali mencintai diri sendiri, aku mencoba untuk bersahabat dengan sekitar. Aku mengunjungi tempat-tempat yang sebelumnya belum pernah aku kunjungi. Berharap di sana aku bisa melepas semua lara meski aku tau alam tidak mendengar suara hatiku. Tapi rasa tenang itu benar-benar ada saat aku mengingatmu seperti duduk di sampingku pada setiap tempat baru yang aku singgahi.
Aku merasakan ada udara dan harapan baru di tempat-tempat baru yang aku kunjungi. Alam seperti berbisik padaku bahwa meski cinta tidak mempertemukanku denganmu, bukan berarti aku harus selamanya terpuruk seperti ini. Tapi aku harus bangkit dan menyadari bahwa hidup tidak berhenti di detik saat aku kehilanganmu. Lalu aku juga menyadari betapa harus berterimakasihnya aku kepadamu yang sudah pernah mau ada dalam hidupku, sebab aku tidak pernah bisa menjadi diriku yang sekarang ini tanpa proses adamu dalam duniaku. Terima kasih sekali.

Aku dulu pernah menulis untukmu, mungkin kamu masih ingat atau sudah lupa, tapi hari ini tulisan itu menghantuiku, ' Mungkin kau sedang tersenyum. Mungkin juga sedang sayang-sayangnya. Nikmatilah itu meskipun nanti hanya akan jadi sesuatu yang di hadiahkan Tuhan untuk cukup kau ingat.'

----
Terima kasih sudah pernah mengisi semesta ingatku


Yang pernah sangat mencintaimu,
Danang Putra Arifka
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar