Pada sebuah pamit, bahuku pernah basah oleh derasnya air matamu. Tangisan yang sejadi-jadinya itu, masih mampu aku dekap meski seadanya. Malam yang tenang berbanding terbalik dengan gemuruh di dadaku. Tidak ada kata-kata, hanya air mata yang berbicara. Ku tepuk pundak lelahmu dengan mulut menguatkan "Sudah tidak apa-apa, lagi pula kita masih bisa bertukar kabar. Toh, dibandingkan dengan mimpi besarmu jarak dan waktu bukan apa-apa, semua akan terbayar lunas pada akhirnya."
Padahal jika boleh jujur, aku lebih ingin menyampaikan pada telingamu "Jangan pergi, di sini saja. Berbagi hari bersamaku. Kita raih bersama-sama mimpi-mimpi kita." Hanya saja tidak bisa ku sampaikan. Sebab aku cukup mengerti, orang yang biasa menguatkanku saat ini lebih butuh dikuatkan.
Aku tidak tau apa yang sedang terjadi di langit, Tuhan lebih suka mendengar yang mana di antara doa yang lamat-lamat setiap subuh ku semogakan atau riuh suara ombak di kepalaku yang setiap saat takut kehilangan.
Namun yang terjadi di bumi adalah,
Jarak tidak bisa dipercaya,
Dan waktu tidak punya jawaban.
Akhirnya aku kehilangan~
Tanpa alasan, tanpa penjelasan.
Terlepas dari banyak hal yang melahirkan kebencian. Ada satu hal hebat yang ingin aku terimakasihkan padamu.
Adalah 'Kebaikan' yang kamu pernah tanamkan sepenuhnya di dadaku, perlahan-lahan melebur ke dalam kepalaku, mengubah sudut pandangku tentang banyak hal, bagaimana caraku mencari jalan keluar dalam setiap masalah dan tentu saja, aku juga belajar bagaimana cara merindukan dengan benar.
Kebaikan itu ku rasa lahir dari sebuah ketulusan yang terbentuk dari kasih yang ikhlas dan kisah yang tak mudah. Sehingga yang ku terima dan ku resap setelah kau tinggal adalah pelajaran panjang mencari arti kemelekatan jiwaku pada sesuatu yang kadung ku anggap tumpuan dalam segala hal.
Dari kebaikan itu, lahir sebuah alasan untuk aku dulu ingin mengejarmu, mencintaimu, mempertahankanmu, mengabaikan segala hal selain dirimu.
Oleh karena kebaikan itu juga, akhirnya aku berhenti mengejarmu, berhenti mencintaimu, belajar mengikhlaskanmu, belajar untuk lebih mendengarkan diriku sendiri.
Dan dari kebaikan itu pula, aku menemukan, cara terbenar merindukanmu adalah dengan cara: berhenti merindukan.
0 komentar:
Posting Komentar