Aku rindu hujan yang jatuh dari payon sebuah
kedai kopi. Keras kafein terserap dan alunan irama rintik tetes rindu memenuhi
isi kwaci dalam balutan gelisah yang aku gigit dengan menahan hati setengah
sakit.
Seseorang beranjak dari sebuah cangkir yang sudah
habis tinggal ampas. Sedang di luar hujan masih saja deras. Seperti sengaja
mengantar ingatan-ingatan itu kembali pada setiap kepala yang pernah kehilangan. Berdiskusi dengan hati. Mengaduk kopi dengan takaran rindu dan benci yang
masih mengendap di kebimbangan sunyi.
Kaki-kaki berhenti di depan pintu. Dibiarkannya alas kaki menunggu. Sebab hujan datang menjelma serupa rindu. Sementara aku
memeluk diri, dalam gelap sepi, dan masih terpenjara di matamu.
Hujan sudah mulai reda, tapi terasa ada yang
tertinggal di dada. Adalah suara serak yang seperti terdengar dari kejauhan
memanggil namamu. Dan hujan benar benar telah reda. Aku jadi bisa menemuimu
dimana mana. Dari bawah payon sebuah kedai kopi aku memohon dalam diam yang tak
siapapun mendengar. Semoga besok hujan turun lagi. Karena di setiap sisa
genangan-genangan air hujan, aku menemukan kenangan-kenangan yang kekal dalam
keabadian semesta kepalaku.
0 komentar:
Posting Komentar