Danang Putra Arifka's

Blog

Melepas Untuk Lepas

Leave a Comment

" Di pikir-pikir sudah lama juga ya kita nggak jumpa santai kayak gini. " Yona tiba-tiba muncul dari belakang mengagetkanku. setelah menepikan sepedahnya dan kemudian duduk disampingku.

" Ah, Yona. Kau disini? Ngapain? " Sambutku yang masih kaget dengan kedatangan Yona.

Sore ini, kepalaku tiba-tiba terasa penuh-penat. Disaat seperti ini kalau aku disuruh milih, sejujurnya aku lebih milih untuk menghirup udara segar yang jauh dari limbah polusi udara hasil masyarakat.

Sebenarnya disini, saat ini, tidak lebih asyik dibandingkan jika aku pergi ke suatu puncak yang tinggi dimana di sebelah kiri kananku dipenuhi lebat pohon pinus dan pemandangan cakrawala luas dimana dari kejauhan itu aku bisa melihat pemandangan betapa sibuknya putra-putri pertiwi berlarian menitipkan berkas lamaran pekerjaan, sedang seorang manajer di salah satu perusahaan garment sibuk menghitung gaji karyawan mengingat ini akhir bulan, penjual ikan sayur mayur dan bumbu dapur di pasar tradisional tampak geram dengan harga cabe yang terus naik nggak mau turun-turun. Pemandangan dari atas situ pasti sungguh harmonis.

Tapi sore ini nyatanya aku lebih memilih menyeret ragaku ke sebuah area pertambakan yang bersebelahan langsung dengan pantai laut lepas samudra pasifik. Disini udaranya tidak buruk juga, burung-burung meliuk-liuk, kadang kali menukik menyambar ikan di pertambakan. Petani ikan tampak menggumamkan sesuatu, itu terdengar seperti mereka mengungkapkan keresahan soal hujan di pertengahan oktober mendatang, biasanya ikan-ikan akan ikut tersapu air banjir dari barat. Selebihnya, aku nyaman, dengan udara, suasana dan angin-angin ringan yang membawa terbang anganku.

" Kamu sendiri ngapain disini? "


" Nggak ada. Cuma nyari angin aja. " Aku sedikit bergeser membenarkan posisi dudukku.

Langit temaram. Matahari yang tampak menguning turun perlahan seperti mengintip dari balik berjejernya pegunungan muria. Ini cukup menenangkan, betapa Tuhan lengkap menciptakan dunia ini dengan segala sesuatunya.

" Kau nggak berubah, ya. " Tanpa sadar ternyata Yona memperhatikan aku yang sedang melihat lurus dengan pandangan kosong ke arah laut, seolah seperti ada sesuatu yang ingin aku lepas. Sesuatu yang tidak bisa ku bahasakan untuk kemudian di dengar orang lain. Tapi mungkin saja Yona tau itu. Iya, pasti dia tau. Dia kan temanku dari kecil. Tapi sudah jarang ketemu gara-gara kerjaan masing-masing. " Kamu mau bilang 2 Tahun yang sungguh melelahkan gitu, bukan? Sayangnya kalau kamu ngomongnya gitu ke laut, dia gak akan jawab. " Yona melanjutkan.

Aku tersenyum kecut, tapi benar kata Yona. Aku kesini hanya untuk lari, mukaku tidak pernah sehancur ini, sampai tidak ingin aku lihatkan ke orang disekitarku. 2 Tahun melelahkan yang di maksud Yona itu, aku melaluinya bersama dengan seseorang yang sudah biar saja aku tidak ingin menyebut namanya. Dia pantas pergi, dia pantas mengejar yang lebih dari aku. Tapi yang aneh, kenapa aku justru menangisinya saat ini? Tidak terasa air mataku menetes dengan sendiri. Segera aku berpaling menghapusnya.

" Kau belum jawab tadi, ngapain kesini? " Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

" Oh. Jadi kau masih kepikiran itu. Aku kebetulan sedang bosen aja, dulu aku lihat kau pernah kesini, lalu waktu aku bosen, aku coba kesini untuk memastikan apa yang kau cari disini. " Jawab Yona sambil memutar balik sepedahnya. " Lumayan sih, udara disini tidak buruk juga. " Lanjutnya.

" Harusnya kau dirumah saja! Jangan kesini. " Maksudku, kenapa sih saat kayak gini malah ada kau. Harusnya aku nikmatin sore ini tanpa ada orang yang ngingetin yang lalu-lalu kayak gitu.

" Jangan pikir aku kesini gara-gara ada kau. Kau tau kan, kadang dunia bergerak semaunya sendiri. Aku juga gak tau kalau kau sedang disini.... Lagian harusnya kau saja yang dirumah, ngapain jauh-jauh kesini kalau cuma buat nangisin masalalu... Itu bodoh tau... " Jadi Yona lihat aku nangis tadi. " Aku pulang dulu... "

Langit semakin petang, unggas-unggas pulang ke kandang. Kawanan burung yang berterbangan di langit seperti panik, Aku masih terpaku melihati Yona mengayuh sepedahnya kian menjauh.

" Yonaaa... "

" Apa lagi? " Yona berhenti, menolah ke arahku.

" Tidak... Tidak apa-apa "

" Bodoh! "

Maksudku, aku cuma mau bilang hati-hati.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar