Danang Putra Arifka's

Blog

Pamit

Leave a Comment


Menerima keputusanmu--untuk agar kita berpisah, adalah salah satu keputusan terberat yang pernah aku ambil dalam riwayatku. Kamu terlalu sepagi itu meminta pergi di saat ku rasa semua masih bisa kita perbaiki, dimana ku kira semua masih bisa kita mulai kembali dari menata hati.


Tentu ini bukan soal mau atau tidak mau, melainkan bisa atau tidak bisa--aku tanpamu. Lihatlah! Apa-apa yang ada padaku sudah terlanjur ku atasnamakan--kamu. Karenamu, menurutku semua hari jadi baik, tidak lain karena aku melewatinya dengan menggenggam tanganmu di setiap detiknya.


Jika pada akhirnya kamu memintaku melepas genggamanmu maka katakanlah dengan semestinya, katakanlah dengan halus sebab hatiku mudah koyak. Jangan sampai hanya karena pamitmu apa-apa yang sudah aku tata rapi menjadi luluh lantak. Bukankah hal yang awalnya baik harus berakhir baik pula?


Jika dipikir-pikir aku juga yang salah. Aku yang memulai ini semua, aku yang memaksa untuk mempertahankan perasaan yang masih ada. Meski kamu pernah memberi luka-luka kecil disepanjang perjalanan, ku rasa pamit selalu memiliki kadar sakit yang berbeda dengan luka yang sebelumnya. Karena untuk menerimanya butuh waktu yang cukup lama.


Aku juga tidak baik-baik amat sebagai lelaki yang pernah berada di sampingmu, nyatanya aku tidak bisa membuatmu bahagia hanya denganku saja. Barangkali ada definisi bahagia lain di kepalamu yang sayangnya gagal aku terjemahkan. Tapi apa boleh buat, memang beginilah takdir yang harus aku terima; Kamu pergi dan yang paling menyedihkan aku mulai melangkahkan kakiku ke masa depan di mana masa terindah dalam hidupku baru saja terlewatkan, aku pun dipaksa merelakan.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar