Danang Putra Arifka's

Blog

Bohong

Leave a Comment

Ku kira kamu sudah belajar dari kehilangan sebelumnya, kehilangan yang berhasil memberi luka trauma pada hatimu. Ku kira akan mudah menyatukan mimpi dengan seseorang yang hatinya pernah kecewa. Ternyata salah, aku hanya terlalu naif menganggap diriku bisa selamanya menjadi satu-satunya. Ternyata aku harus meminta maaf kembali kepada diriku sendiri sebab telah ingkar janji untuk tidak patah lagi.


Pada sebuah hubungan, kejujuran adalah sesuatu yang masih ku anggap sakral, aku ingin mendasari setiap ucapan dan perbuatanku dengan kejujuran itu. Terlebih aku tau, kita pernah sama-sama kecewa karenanya. Dan aku tidak ingin tertikam untuk kedua kali olehnya.


Ku pikir seharusnya kita sudah ada di titik "serius atau kita akhiri semua angan-angan tentang masa depan". Agar tidak ada bagiku penyesalan telah menyia-nyiakan waktu untuk berkomitmen dengan manusia yang bahkan di kepalanya tidak mengerti arti kesetiaan.


Aku setuju manusia berhak berubah, meskipun barangkali terlebih dulu harus melalui proses salah arah. Namun kali ini berbeda, perubahanmu tidak mengarah pada benar atau salah. Melainkan buram yang kemudian sulit untuk ku temukan benang merah.


Kita seperti anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Aku di posisi yang jadi, kamu yang sembunyi. Aku menjaga benteng dengan sekuat tenaga, kamu malah bersembunyi dengan seseorang di balik kolom-kolom pesan singkat bernada mesra.


Kalau sudah begini apa gunanya aku berteriak kamu salah, jika kamu sendiri menganggap yang kamu lakukan sudah benar? Dulu aku pernah mengira, untukku kelak kamu bisa menjadi matahari yang cerah, ternyata hanya lilin redup yang tidak punya nyali untuk terbakar.


Jujur aku kecewa, tapi di saat yang sama aku lega. Setidaknya menurutku aku sudah mencintai dengan cara yang benar, hanya sayang, aku memberikannya kepada orang yang salah.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar